The Rock Dan Film Top Viral The Smasing Machine

Sejak berita proyek film “The Smashing Machine” muncul ke permukaan, dunia perfilman dan komunitas MMA (Mixed Martial Arts) langsung heboh. Bukan karena ini film laga blockbuster Hollywood biasa, tapi karena project ini menjanjikan sesuatu yang benar-benar berbeda.

Film ini adalah biopik tentang legenda MMA era 90-an, Mark Kerr. Tapi yang paling bikin mind-blown adalah siapa yang memerankan Kerr: Dwayne “The Rock” Johnson.

Lupakan The Rock yang selalu six-pack, senyum lebar, dan jadi penyelamat dunia. Smashing Machine adalah janji Rock untuk melucuti semua superstar image itu dan menunjukkan sisi aktor dramatisnya yang paling mentah (raw). Dan yang lebih gila, film ini disutradarai oleh Benny Safdie, sutradara yang dikenal suka bikin penonton nggak nyaman dengan realitas yang brutal!

Ini bukan sekadar film tentang comeback juara. Ini adalah potret dark side dari kejayaan, tentang kehancuran pribadi, dan perjuangan melawan candu. Mari kita bedah habis kenapa film ini layak disebut sebagai “Proyek Paling Penting dalam Karier The Rock”.

Transformasi Fisik dan Mental: Rock Melepaskan Jubah Pahlawannya

Transformasi The Rock untuk peran Mark Kerr ini bukan cuma soal diet atau latihan. Ini adalah metamorfosis total, baik fisik maupun branding.

Menjauh dari Persona ‘The People’s Champion’

The Rock selama ini sukses besar karena personanya yang konsisten: pria terbesar, terkuat, termanis. Film-filmnya (dari Jumanji, Red Notice, hingga Black Adam) selalu menuntut dia jadi hero yang karismatik dan tak terkalahkan. Di sisi lain, Mark Kerr, menjelang akhir kariernya, adalah antitesis dari semua itu.

Foto-foto bocoran syuting menunjukkan The Rock tampil dengan:

  1. Rambut Tipis dan Berantakan: Dia pakai wig yang membuat rambutnya terlihat mulai menipis, jauh dari gaya buzz cut yang rapi. Ini adalah detail yang langsung meniru tampilan Kerr saat dia sedang berjuang.
  2. Mata yang Kosong: Ekspresi The Rock di foto-foto tersebut terlihat lelah, murung, dan depresif. Dia harus menampilkan beban seorang atlet yang sedang down, bukan semangat seorang juara.
  3. Fisik Realistis: Meskipun tubuhnya tetap besar, look-nya tidak sehalus dan sekering saat dia syuting Fast & Furious. Dia harus terlihat seperti heavyweight sungguhan di masa itu, yang secara visual lebih gritty dan kasar.

Spekulasinya, transformasi ini akan memakan biaya psikologis yang besar. The Rock harus menggali emosi yang mungkin belum pernah dia gunakan sejak dia jadi aktor film drama di awal kariernya (ingat Snitch? Atau Gridiron Gang?). Jika dia berhasil membuat kita lupa bahwa dia adalah The Rock, maka film ini pasti meledak. Ini adalah pertaruhan superstar besar untuk meraih pengakuan kualitas (Oscar) daripada sekadar box office (uang).

Di Bawah Kaca Pembesar Benny Safdie: Visi Sutradara Gelap

Pemilihan sutradara adalah kunci utama yang membuat hype film ini naik level. Benny Safdie, bersama saudaranya Josh (sebelum mereka berpisah sementara), dikenal sebagai sutradara yang nggak suka yang manis-manis.

Sentuhan Realisme Raw ala A24
Film-film Safdie, seperti Good Time dan Uncut Gems, punya ciri khas:

  • Intensitas Nggak Berhenti: Adegan-adegan mereka sering terasa mencekik, penuh ketegangan, dan pace-nya cepat. Mereka nggak kasih kesempatan penonton bernapas.
  • Estetika Gritty: Mereka suka menunjukkan sisi gelap sebuah kota, sisi underbelly yang jujur dan menyakitkan. Film ini akan membawa kita ke ruang ganti yang pengap, rumah sakit yang dingin, dan kamar hotel yang remang-remang, jauh dari limousine dan penthouse khas Hollywood.

Bayangkan Smashing Machine di bawah Safdie: dia nggak akan mengagungkan kemenangan Kerr. Sebaliknya, dia akan fokus pada suara dentuman keras saat tubuh Kerr jatuh ke matras, keringat dingin saat dia withdrawal dari obat, dan rasa sakit yang tersirat di mata Emily Blunt saat melihat pasangannya hancur. Ini akan menjadi dokumenter fiksi yang sangat realistis tentang trauma dan kecanduan.

Spekulasi terkuatnya, Safdie akan menggunakan gaya kamera handheld (goyah) yang khas untuk membuat kita merasa benar-benar berada di dalam ring bersama Kerr, merasakan setiap pukulan, dan menderita bersama setiap kegagalan pribadinya.

The Rock

Plot yang Menguras Emosi: Lebih dari Sekadar Pertarungan di Ring

Film biopik Mark Kerr yang asli, dirilis tahun 2002, sudah menunjukkan betapa menyayat hatinya kisah ini. The Smashing Machine versi The Rock dan Safdie akan memperdalam luka tersebut.

Fokus pada Ketergantungan Obat (OxyContin dan Heroin)

Inti dari kehancuran Kerr adalah ketergantungannya pada obat penghilang rasa sakit, terutama OxyContin, yang kemudian membawanya ke penggunaan narkoba lain. Film ini diyakini akan menampilkan secara jujur perjuangannya di balik layar:

  • Tekanan Fisik: Kebutuhan Kerr untuk selalu berada di puncak dan melawan cedera kronis membuatnya bergantung pada obat.
  • Intervensi: Spekulasinya, kita akan melihat adegan-adegan intervensi yang dramatis, mungkin dari pelatih atau teman-temannya.
  • Kejatuhan di Jepang: Karier Kerr di turnamen Pride FC (Jepang) adalah momen kejayaannya dan, ironisnya, awal kehancurannya. Kontras antara sorotan gemerlap di Jepang dengan keputusasaan pribadinya akan menjadi momen emosional yang kuat.

Dinamika Hubungan yang Retak (Mark Kerr dan Dawn Staples)
Emily Blunt akan memerankan Dawn Staples, sosok kunci dalam hidup Kerr. Dawn bukanlah sekadar pacar yang mendukung; dia adalah orang yang paling merasakan dampak dari kecanduan Kerr.

  • Keseimbangan Superstar: Chemistry antara The Rock dan Emily Blunt (yang sebelumnya komedi di Jungle Cruise) di sini harus menjadi api dan es. Dawn sebagai jangkar yang mencoba menahan kekacauan Kerr.
  • Sisi Gelap Romansa: Film ini nggak akan jadi romansa fairy tale. Ini adalah kisah cinta yang retak, tentang kasih sayang yang diuji oleh kehancuran diri dan rasa tidak berdaya. Spekulasinya, adegan perpisahan atau konfrontasi antara Kerr dan Dawn akan menjadi puncak drama yang paling menyentuh. Benny Safdie nggak akan ragu menunjukkan pertengkaran yang kacau dan jujur.

Mengapa Proyek A24 Ini Penting untuk Masa Depan The Rock?

Film ini diproduksi oleh A24, studio yang identik dengan kualitas artistik, film independen yang sukses secara kritikus (seperti Moonlight, Everything Everywhere All at Once, atau The Whale).

Dari Box Office King ke Oscar Contender
Keputusan The Rock bekerja dengan A24 bukan kebetulan. Setelah kegagalan Black Adam dan kritik bahwa dia terlalu sering memainkan peran yang sama, The Smashing Machine adalah upaya The Rock untuk:

  • Memenangkan Kritikus: Dia butuh film yang mendapat pujian kritis dan membawanya ke nominasi penghargaan besar (Golden Globe, Oscar). Dia harus membuktikan bahwa di balik ototnya ada aktor yang bisa berakting.
  • Membentuk Warisan Baru: Setelah dominasi action-comedy, film ini akan membentuk warisan baru dalam filmografi The Rock sebagai aktor yang berani mengambil risiko.
  • Mengguncang Ekspektasi Penonton: Penonton akan datang melihat The Rock, tapi mereka akan pulang sambil memuji Mark Kerr, yang diperankan oleh aktor yang telah berani melampaui citranya.

Spekulasi terkuat adalah film ini akan menjadi “The Wrestler” (film Mickey Rourke) versi MMA. Film yang gelap, otentik, dan menyakitkan.

PENUTUP

Walaupun masih banyak yang belum dibocorin, semua tanda ngarah ke satu hal: The Smashing Machine bakal jadi film yang ngeguncang Hollywood.

Ini cerita tentang pahlawan yang jatuh, dibangkitin lagi sama superstar yang nyari penebusan artistik, digarap sama sutradara yang jago bikin realita kerasa nusuk banget.

Jika The Rock berhasil membawakan penderitaan dan kegelapan Mark Kerr dengan otentik, lupakan sejenak franchise Fast & Furious dan DC. Film ini akan meledak bukan karena ledakan di layar, tapi karena ledakan emosi di dalam hati penonton.

Bersiaplah untuk menyaksikan kehancuran paling sinematik dan pertaruhan paling besar dalam sejarah karier Dwayne Johnson. Apakah dia akan berhasil menjadi The People’s Actor sejati? Kita tunggu saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *